Kamis, 15 April 2010

Surah At-Taubah




öNåk÷]ÏiB×pxÿͬ!$sÛ(#qßg¤)xÿtGuŠÏj9ÎûÇÏe$!$#(#râÉYãŠÏ9uróOßgtBöqs%#s) (#þqãèy_uöNÍköŽs9Î)óOßg¯=yès9šcrâxÇÊËËÈ
*$tBurc%x.bqãZÏB÷sßJø9$##rãÏÿYuŠÏ9Zp©ù!$Ÿ2Ÿwöqn=sùtxÿtR`ÏBÈe@ä.7ps%öÏù
"Tidak sepatutnya orang – orang mukmin pergi semua (kemedan perang). Maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya berhati – hati."

Anjuran yang demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi yang berjihad serta kecaman yang sebelumnya ditunjukkan kepada yang engga, menjadikan kaum beriman berduyun – duyun dan dengan penuh semnagat maju ke medan juang. Ini tidak pada tempatnya, karena ada arena perjuangan lain yang harus dipikul.

Sementara ulama menyebut riwayat yang menyatakan bahwa ketika Rasul SAW ketika Rasul SAW tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan yang terlibat dalam pasukan kecil itu, sehingga jika diperturutkan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir orang. Nah, ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa Tidak sepatutnya bagi orang – orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar di antara mereka beberapa orang dari golongan, yakni kelompok besar di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh – sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga member peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rasul saw. Itu apabila nanti setelah selesainya tugas, mereka, yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rasul SAW. Karena tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.

Menurut al-biqa'I, kata tha'ifah dapat berarti satu atau dua orang. Ada juga yaag tidak menentukan jumlah tertentu, namun yang jelas ia lebih kecil dari firqah yang bermakna sekelompok manusia yang berbeda dengan kelompok lain. Karena itu, satu suku atau bangsa, masing-masing dapat dinamai firqah.

Kata liyatafaqqahu terambil dari kata fiqh, yakni pengetahuan mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan sekedar pengetahuan. Penambahan huruf ta' pada kata tersebut mengandung makna kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikian kata tersebut mengundang kaum muslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan.

Kata fiqh di sini bukan terbatas pada apa yang di istilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hokum-hukum agama islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci. Tetapi kata itu mencakup segala macam pengetahuan mendalam. Pengaitan tafaqquh (pendalaman pengetahuan itu) dengan agama, agaknya untuk menggaris bawahi tujuan pendalaman itu, bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama. Pembagian disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya Al-Quran bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah SWT. Al-Quran tidak membedakan ilmu. Ia tidak mengenal istilah ilmu agama dan ilmu umum, karena semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Yang diperkenalkannya adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia kasby (acquired knowledge) dan ilmu yang merupakan anugerha Allah tanpa usaha manusia (ladunny/perennial).

Kita tidak dapat berkata bahwa Karena ayat ini hanya menyatakan bahwa cukup tha'ifah yang dapat berarti satu atau dua orang yang menuntut dan memperdalam ilmu, maka selebihnya harus menjadi anggota pasukan yang bertugas berperang. Memang, boleh jadi kondisi ketika turunnya ayat ini demikian itu halnya, tetapi ini bukan berarti bahwa setiap saat hingga kini harus demikian. Apalagi tujuan utama ayat ini adalah menggambarkan bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. Karena itu juga, kita tidak dapat berkata bahwa masyarakat islam kini bahkan pada zaman Nabi SAW hanya melakukan dua tugas pokok, yaitu berperang dan menuntu ilmu agama. Tidak! Sungguh banyak tugas lain, dan setiap masyarakat berkewajiban membagi diri guna memenuhi semua kebutuhannya.

Ayat ini menggarisbawahi pertingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia. Sementara ulama menggarisbawahi persamaan redaksi anjuran/perintah menyangkut kedua hal tersebut. Ketika berbicara tentang perang, redaksi ayat 120 dimulai dengan menggunakan istilah ma kana. Demikian juga ayat ini yang berbicara tentang pentingnya memperdalam ilmu dan penyebaran informasi.
Di atas, ketika menjelaskan ayat 115 surah ini telah dikemukakan pandangan asy-Sya'rawi tentang arti ma kana. Jika demikian, ayat ini dan ayat 120 yang lalu bermaksud menyatakan bahwa tidak ada kemampuan untuk penduduk madinah meninggalkan Rasul sendirian di Madinah. Tidak ada juag kemampuan bagi seluruh kaum muslimin untuk pergi berperang tanpa ada yang tinggal memperdalam ilmu dan menyebarkan informasi. Nah, kalau kemampuan itu tidak ada, itu berarti mereka tidak dapat mengelak dari perintah tersebut, sehingga mau atau tidak mau harus terlaksana. Nah, disini para ulam bertemu ketika menyatakan bahwa redaksi tersebut digunakan untuk memerintahkan sesuatu dengan sungguh-sungguh.

Terbaca di atas bahwa yang dimaksud dengan orang yang memperdalam pengetahuan demikian juga yang member peringatan adalah mereka yang tinggal bersama Rasul SAW dan tidak mendapat tugas sebagai anggota pasukan, sedang mereka yang diberi peringatana adalah anggota pasukan yang keluar melaksanakan tugas yang dibebankan Rasul SAW. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Ada juga ulama, antara lain Ibnu Jarir ath-Thabari, yang membalik pengertian di atas. Menurutnya, yang memperdalam pengetahuan adalah anggota pasukan yang ditugaskan Nabi SAW itu dengan perjuangan dan kemenangan menghadapi musuh yang mereka raih, mereka memperoleh pengetahuan tentang kebenaran islam serta pembelaan Allah SWT terhadap agama-Nya. Dan dengan demikian, jika mereka kembali kepada kelompok yang tidak ikut bersama mereka, yakni yang tinggal bersama Nabi SAW di madinah, mereka yang pergi berjuan itu akan menyampaikan bencana yang menimpa musuh-musuh Allah yang membangkang perintah-Nya dan memperingatkan pada mereka tentang Kuasa Allah, agar yang tinggal bersama Rasul SAW. Berhati-hati dalam sikap dan kelakuan mereka. Pakar mengemukakan analisisnya. Antara lain ia menulis bahwa kelirulah siapa yang menduga bahwa orang-orang yang tidak ikut berperang, berjihad atau bergerak dinamis, adalah yang bertugas memperdalam pengetahuan . ini tidak sejalan dengan cirri agama, karena itu agama Islam tidak dapat dipahami kecuali oleh mereka yang bergerak, mereka yang berjuan untuk membumikannya dalam kenyataan hidup. Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang tidak terlibat dan menyatu dalam pergerakan agama ini, tidak memahaminya, walau ia berkonsentrasi penuh mempelajarinya dari buku-buku dengan cara yang dingin. Fiqh agama ini, tulisannya lebih jauh, tidak muncul kecuali dari arena perjuangan, bukannya dipetik dari seorang pakar yang duduk di saat pergerakan menjadi wajib, tidak juga dari mereka yang kini berdiam diri menghadapi buku-buku dan kertas-kertas. Demikian antara lain Sayyid Quthub.

Pendapat ini agaknya sedikit dipaksakan, apalagi tidaklah pada tempatnya menamai pengalaman mereka yang terlibat dalam perang atau kemenangan yang mereka raih sebagai upaya tafaqquh fi ad-din (memperdalam pengetahuan agama.

Ayat ini menggarisbawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar, sedang motivasi utama mereka yang berpeluang bukanlah tafaqquh. Ayat ini tidak berkata bahwa hendaklah jika mereka pulang mereka bertafaqquh, tetapi berkata "untuk member peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka berhati-hati." Peringatan itu hasil tafaqquh. Itu tidak mereka peroleh pada saat terlibat perang, karena yang terlibat ketika itu pastilah sedemikian sibuk menyusun strategi dan menangkal serangan, mempertahankan diri sehingga tidak mungkin ia dapat bertafaqquh memperdalam pengetahuan. Memang harus diakui, bahwa yang bermaksud memperdalam pengetahuan agama harus memahami arena, serta memperhatikan kenyataan yang ada, tetapi itu tidak berarti tidak dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam perang. Bahkan tidak keliru jika dikatakan bahwa yang tidak terlibat dalam perang itulah yang lebih mampu menarik pelajaran, mengembangkan ilmu daripada mereka terlibat langsung dalam perang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar